Ghiboo.com - Mungkin tak banyak yang tahu asal-mula grup lawak ini memilih Warung Kopi sebagai identitas mereka.
Sebagai
mahasiswa yang melek dengan keadaan sosial-politik, Indro dan
kawan-kawan sadar betul bahwa hanya ada satu tempat di negeri ini yang
menjunjung arti demokrasi sebenarnya. Tempat yang dimaksud adalah warung
kopi.
"Kedewasaan demokrasi yang baik hanya ada di warung kopi,"
tutur Indro. "Di sana, orang bebas bicara, bebas membantah, bebas
tertawa, tanpa berantem. Karena itulah nama Warung Kopi kami pilih untuk
grup ini."
Dalam setiap performanya, Warkop selalu melontarkan
kritik pedas terhadap pemerintah sebagai kontrol sosial. Padahal, di era
itu, rakyat Indonesia dikukung oleh pemerintahan yang represif.
Namun,
bagi Warkop, yang mereka lakukan adalah salah satu tanggung jawab
sebagai rakyat. Dan karena itulah, mereka berani mengungkapkan kritik
terhadap pemerintah, walau pernah pula berakhir di kantor polisi.
"Tapi,
kami tetap berani menyuarakan suara rakyat karena memang itulah tujuan
kami. Kami konsisten menempatkan diri sebagai rakyat," lanjut Indro.
"Dan
kami lebih baik memiliki arti di mata masyarakat ketimbang menjadi
kaya. Ada dua jenis kepuasan di dunia ini, yaitu kepuasan batin dan
materi. Mana yang prioritas? Warkop lebih mengutamakan kepuasan batin.
Ada kepuasan batin tersendiri ketika kami mampu mewakili suara rakyat."
Memiliki arti di mata masyarakat adalah salah satu nilai yang dijunjung tinggi oleh Warkop hingga detik ini.
Bahkan, ketika dunia perfilman memandang karya-karya Warkop dengan sebelah mata, Indro dan kawan-kawannya tidak peduli.
Menanggapi
hal tersebut, menurut Indro, kedua rekannya pernah mengatakan hal yang
sama. "Tak usah pedulikan mereka yang tidak menganggap Warkop. Yang
harus kita pedulikan adalah jutaan masyarakat yang menonton Warkop,"
kenang Indro.
"Mas Dono dan Mas Kasino selalu mengatakan bahwa kita harus mendahulukan kepentingan bangsa dibandingkan kepentingan pribadi."
Hingga saat ini, prinsip tersebut selalu dipeluk Indro, bahkan di luar dunia Warkop sekalipun. (Gaiz)
- Berawal dari 'main-main' dalam
acara radio Prambors di tahun '70-an, siapa yang menyangka bahwa grup
lawak yang digawangi oleh Dono, Kasino, Nanu, Rudy Badil, dan Indro ini
akhirnya melesat dan menjadi pancang utama dunia lawak Indonesia. Akui
saja.
Dari generasi tahun 1970 hingga 2000, siapa yang melewati masa
pertumbuhannya tanpa pernah mendengar banyolan konyol nan pedas Warkop?
Bahkan, ketika satu per satu personelnya mundur, mulai dari Rudy
Badil, lalu Nanu, hingga akhirnya meninggalkan tiga personel yang sangat
lekat menyandang 'nama keluarga' Warkop di belakang namanya.
Dono, Kasino, Indro, atau yang lebih dikenal dengan Warkop DKI
lanjut menetaskan kritik sosial-politik berbalut komedi. Nama Warkop tak
pernah hilang dari dunia hiburan Indonesia, bahkan hingga kini, ketika
dua dari personelnya sudah kembali kepada Yang Maha Kuasa.
Lebih dari Saudara
Bertahun-tahun mengarungi dunia bersama, tentu menjadikan Dono
dan Kasino lebih dari sekadar kakak bagi Indro yang notabene anggota
Warkop yang paling muda.
"Bahkan, kadang mereka sudah seperti orang tua," lanjut Indro.
"Tiga hal dalam hidup saya yang berpengaruh besar hingga saat ini adalah
orang tua, Pramuka, dan Warkop."
Kedekatan Warkop memang mungkin lebih dari saudara sekandung.
Masing-masing personel merasa diri mereka tak berarti apa pun tanpa,
kehadiran dua anggota lainnya.
Maka, bayangkan saja betapa besarnya rasa kehilangan yang menggeluti hati Indro saat Tuhan memanggil kedua sahabatnya itu.
"Saat Mas Kasino sakit, saya dan Mas Dono selalu mengikuti perkembangannya setiap jam," Indro mengenang kembali masa pilu itu.
"Kami sudah siap jika Mas Kasino pergi sewaktu-waktu, karena
logikanya memang begitu." Tetap saja, ibarat mobil yang kehilangan satu
roda, tentu pincang jalannya. "Kami limbung ketika salah satu pergi,"
ungkapnya.
Terlebih lagi, ketika empat tahun kemudian, Dono menyusul
sahabatnya tersebut. "Saya merasa, ah, kejadian lagi," lanjut Indro.
"Dan saya selalu berpikir tanpa mereka, apa artinya saya? Maka satu
tahun setelah Mas Dono pergi, saya tidak melakukan apa pun. Tutup buku.
Saya pikir selesai sudah semuanya."
Kendati sempat jatuh ke titik nol, Indro tak membiarkan dirinya menyerah terlalu lama.
"Saya ingat mereka berpesan untuk terus mengibarkan bendera
Warkop," lanjutnya. Berangkat dari amanah tersebut, Indro pun bangkit
kembali.
"Saya harus bisa membuktikan kepada mereka bahwa saya pantang
menyerah. Saya terus kibarkan bendera Warkop, walau kini telah sendiri."
(Gaiz)